Sabtu, 22 Mei 2010

Aku adalah Cara Berpikirku (2)


Tentang Perasaanku

Marah, kecewa, sedih, menangis…
Kesedihan ku curahkan hanya dalam sujud2 shalat dan mengaji. Curhat pribadi antara Aku dan Allah. Mengirim sinyal sms dari hati yang hanya Aku dan Dia yang mengetahui.
Papa atau mama pun mungkin tidak tau apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka selalu mengingatkanku berkali-kali. Tapi aku hanya berdiam diri.
Sudah 5 hari aku mengeram diri di dalam kamar.
Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan tapi hanya bisa minum saja, bahkan tidak berbuka saat sedang berpuasa. Belakangan ini kondisiku menurun terus menerus. Membolos dari aktivitasku yang seperti biasa sehari-hari.
Ironis..
Selalu saja seperti ini saat aku bermasalah.
Dengan komputer aku  bermain dan mengisi anganku sendiri.
Membaca tumpukan buku yang berisi inspirasi untuk memberikan pencerahan hati.
Seperti saat ini..
Aku mendapatkan lagi buku yang lain berjudul “Terapi Berpikir positif”
Entah darimana mama mendapatkannya. Lebih tebal dari buku-buku yang sebelumnya.
Sempat malas untuk membacanya. Tapi setelah membaca kata deskriptifnya saja, aku mulai tertarik. Buku Karya Dr. Ibrahim Elfiky, Maestro Motivator Muslim Dunia.
Mind Power Skills, international best seller.
“Biarkan Mukjizat dalam Diri Anda Melesat”
Kekuatan pikiran akan mengubah hidup anda sehingga anda termotivasi kuat untuk meningkatkan kualitas berpikir anda. Bagaimana anda akan mampu berpikir, bertindak, dan berkata dengan lebih bijak.


Sejenak Tentang Temanku

Untung masih ada teman-temanku yang selalu peduli, jadi sejenak aku bisa sedikit terhibur dan tidak seterusnya terpuruk seperti ini.
Tapi entah kenapa, dari semua orang yang berusaha mengerti, selama ini hanya ica dan angga yang bisa membujukku untuk makan. Bukan dengan paksaan, tapi dengan cara mereka sendiri. Kadang aku pun bingung, kenapa aku bisa menuruti mereka. Seolah anak kecil yang terbujuk rayuan permen. Memalukan memang, tapi aku senang. ^^
Seperti hari ini, yang tadinya aku melamunkan apa yang aku pikirkan, hingga saat aku berjalan, aku tak peduli apa yang ada di sekitarku. Sampai kakiku tersandung pun, barulah ku sadar saat melihatnya yang sudah mengeluarkan banyak darah.
Ica yang mempunyai kelemahan takut melihat darah, hanya bisa menutup matanya . Tapi dia berusaha menyiramkan air untuk lukaku dan menahan ketakutannya sejenak. Sedangkan angga, dia yang membersihkan lukaku dengan tangannya, seolah tidak ada perasaan ngeri ataupun jijik untuk membasuh kaki yang kotor dengan penuh tanah dan darah.  Ica memelukku saat angga berusaha mengeluarkan sesuatu yang masuk dalam lukaku. Sungguh..bukan rasa sakit yang aku rasakan.
Rasa heran, bingung, lucu, senang, sedih, malu, terharu, terhanyut, semua menjadi satu.
Dalam benakku berkata…..
Subhanallah….. betapa sangat bersyukur aku mendapatkan semua rasa itu.
Rasa kasih sayang dan kepedulian seperti yang mereka lakukan.
Figur kakak yang slalu aku lihat dan rasakan dari ketulusannya.
Andai bisa ku tulis semuanya, mungkin waktu tak cukup untuk menceritakan semua yang aku pikirkan tentang semua teman-teman dan sahabat yang ku punya.
Mereka yang mengisi hari-hariku, memberiku banyak pelajaran berharga, membuatku mengerti apa yang tidak aku mengerti, mengenalkanku pada banyak hal tentang dunianya masing-masing, mewarnai hidupku dengan segala keunikannya.
Banyak yang aku pelajari dan nikmati dari karakter maupun talenta yang mereka miliki.
Mulai dari yang bersikap konyol, brutal, pendiam, bermain dalam dunia game-nya, suka dengan kehidupan berdandannya, slalu mengabadikan foto sebagai makanan sehari-harinya, mengekspresikan talenta musik dalam kemampuannya, kutu buku yang terobsesi dengan angan2 politisi, tekun dalam kekentalan agama, menjadikan hitam sebagai warna kehidupannya, tidak bisa hidup tanpa satu lelaki, menjadi si jenius blog dan maniak animasi, kebiasaan wisata kuliner kegemarannya, berjiwa petualang dengan segala aksi nekatnya, para poker mania, bereksperimen tentang apa saja yang slalu ditemukannya, bahkan sampai yang tidak bisa hidup tanpa kaca.
Semua itu memberiku banyak inspirasi dan kenangan akan perbedaan mereka.
Menjadikan kehidupan merupakan Anugerah Tuhan yang paling indah.
Terima kasih atas segalanya yang kau berikan padaku ya Allah….
Aku sayang mereka semua…

      ♣     ♥      ♦

Akhirnya segera aku sadarkan akan realita yang tengah aku hadapi.
Aku harus menjaga otakku untuk tetap sehat dan waras.
Sebab dibutuhkan untuk mengatur strategi agar bisa keluar dari situasi buruk ini.
Tapi hanya dengan ini.
Diawali dari ini.
Selalu menulis semuanya. Tidak hanya kenangan indah, tapi juga semua pikiran, beban perasaan, kesedihan, ketakutan, apa saja yang slalu terpendam, karena dapat tercurahkan.
Meski tak dapat sepenuhya melampiaskan, tapi ini yang bisa ku lakukan.
Berharap menjadikan tulisan itu sebagai cermin dan renungan, sebab mungkin itu akan membawaku pada jalan keluar yang sebelumnya terasa teramat buntu.

                        Tlah ku tinggalkan cemburu di sudut kamar gelap,
                        Tlah ku hanyutkan duka pada sungai kecil yang mengalir dari mataku,
                        Tlah ku kabarkan lewat angin gerimis tentang segala catatan hati
                        yang terdampar di tiap jengkal sajadah dalam sujud panjangku……

Apa yang bisa ku perbuat dalam jarak yang terentang begitu jauh?
Bagaimana aku bisa mencari ketenangan dan menanyakan langsung setiap persoalan yang terjadi?
Bagaimana aku bisa bertanya tanpa ragu dibohongi lagi?
Sejujurnya..
Sulit untuk menenangkan diri.
Di sisi lain, aku hanya bisa terus mencoba menjaga kepala agar tetap dingin.
Seperti anak2 yang berusaha menjawab teka-teki,
Beberapa waktu aku slalu terdiam. Berdiri di dekat jendela, menikmati udara yang terasa dingin, tapi hatiku seperti dipenuhi bara api.
Mual dan ketidakmengertian yang panjang.

“Laki-laki”

Tetap saja aku tak mengerti.


      ♣     ♥      ♦


Hubungan ini semakin aneh saja.
Aku menyadari bahwa tidak ada rasa menghargai dan memahami ataupun melengkapi antara sesama.
Sangatlah hambar, setelah semakin sedikitnya komunikasi.
Bahkan semakin biasa jika tak ada kabar sama sekali.
Terkadang, aku iri saat melihat teman-temanku yang sedang memberi semangat untuk pasangannya masing-masing saat ada pertandingan basket yang aku datangi.
Sungguh tak ada guna untuk terlalu banyak mengeluhkan keadaan.
Aku tak mungkin merasakan itu. Jadi aku hanya bisa terima. Aku hanya ingin menjadi yang terbaik. Aku tak boleh berpikir buruk.
Maka satu pelajaran yang aku petik dari situasi seperti ini adalah bahwa akulah satu2nya yang bisa melepaskan diriku dari himpitan kesulitan ini. Akulah yang harus berusaha.
Tentu aku tak mengatakan bahwa diriku benar, aku memang salah.
Kekurangmampuanku menjadi perempuan dalam mengatur waktu untuk untuk dia, aku, keluarga, teman-teman, dan aktivitasku yang lainnya memang tak bisa dibenarkan.
Ketika itu ku pikir…
Baiklah…
Aku memang salah, dia berhak memarahiku.
Maka akupun membiarkannya mendiamkanku beberapa hari, bahkan berminggu-minggu, hingga lama-lama aku terbiasa dengan cara itu.
Aku pikir, mungkin begitulah caranya yang menginginkan kebebasan.
Aku tak pernah berpikir untuk melawan.
Aku berpikir bagaimana cara menebus dan memperbaiki semuanya.
Bagaimana agar sikapnya sama seperti dulu,
Saat dekat denganku, ataupun terpisah jarak yang jauh denganku.

jika kau kira,
dengan sebelah sayap aku akan terkoyak,,
maka camkanlah,
dengan sebelah sayap itu,
akan ku jelajah gunung,
ombak2 samudera,
dan gemintang di angkasa…
Tapi setelah aku mendengar kabar dari beberapa temanku, mereka malah memberi tau bahwa aku yang mengabaikannya, tidak memperhatikannya, bahkan ada juga yang mengatakan ‘habis manis sepah dibuang’ seolah memutar balikkan fakta.
Entah mengapa malah dia yang merasakan seperti itu.
Dia juga beralasan sikapku kekanak-kanakan.
Seandainya saja, dia tak hanya mengoreksi, tapi juga memberi solusi.
Jika dia selalu menganggapku seperti ini,
kenapa aku saja yang mencari-cari jalan keluar dan berusaha menghubungi?
Jika memang dia dewasa, kenapa dia tak menuntunku agar aku bisa menjadi berpikir lebih dewasa seperti apa yang dia inginkan?

Mungkinkah ada perasaan mengaku salah, permintaan maaf, ataupun kemauan sama-sama memperbaiki diri saja aku sudah sangat berterima kasih.

 “Apa dia membenciku?”
“Apakah memang benar tak ada rasa sayang lagi?”
Sisi hatiku yang lain membantah.
“Tentu dia menyayangimu.Bukankah itu yang dia katakan?”
Kata sisi hati lainnya.

Aku bertahan.
Aku juga ingin mendapat jawaban dan kepastian, mengapa bisa menjadi seperti ini.
Aku banyak berdoa dan memahami semua.
Ku pikir lagi, barang kali setelah aku menghubunginya dia tak seperti ini lagi.

Tapi apa yang aku dapatkan?
Tanggapan yang tidak serius, seolah tak ada apa2 dan malah hanya banyak diam.
Ok..
Sekarang aku mulai mau mengakui bahwa naluriku yang merasakan hal-hal tak beres dalam hubungan ini ternyata benar adanya.
Aku dalam kekalutanku mulai terombang-ambing pada keadaan dimana aku menginginkan ketenangan dan terlepas dari semua beban ini.
Sementara di pihak lain, aku tau dia mungkin sudah menjadi bagian dari kebiasaan otakku memikirkannya setiap waktu, menyatu dengan keluarga, sehingga tak ada rasa tertutup untuk menjalani hubungan yang akrab bersamanya.
Seberapa kalipun banyak teman-teman memberi masukan yang berat untuk aku lakukan, aku takut mengambil keputusan.
Tapi sampai kapan?
Keadaan yang tanpa keputusan?
Terjebak dalam ketidakjelasan dan ketidakpastian?
Ya Allah……aku membayangkannya saja tak berani.
Aku bahkan tak ingin memikirkannya.


Akhirnya aku pun mau tak mau, sampai pada kesadaran.
Bahwa aku adalah termasuk orang yang terpilih untuk menerima ujian seperti ini.
Mengapa aku?
Tentunya karena Allah tau sesuatu yang tak aku tau.
Maka aku tak lagi mempertanyakan mengapa Allah menimpakan ujian ini.
Dalam doa, aku meminta agar Allah menghilangkan kegelisahan dan ketidaktenangan dari dalam jiwaku ini.
Akhirnya aku putuskan sementara waktu menon-aktifkan nomor ponselku untuk membiarkan aku sendiri. Entah apa yang akan dia lakukan. Berharap dia sadar atas semua yang aku rasakan dan ikut memikirkan solusi dari setiap permasalahan yang terjadi. Berusaha menuntun pada jalan keluar yang terbaik. Bukan membiarkannya slalu berlarut-larut seperti ini.

Tapi jika seandainya kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.
Entah apa yang akan ku lakukan nanti.
Aku sudah berusaha yang aku bisa.
Menjadi sosok perempuan yang baik memang bukan hal yang mudah.
Belajar dari empati, mengilhami refleksi-refleksi dari setiap permasalahan, hanya itu yang bisa aku lakukan.
Dan aku harus mensyukuri segalanya yang aku jalani.
Segala momen kecil yang meninggalkan jejak.
Hal-hal sederhana yang ku rindukan….
Pertama-tama aku bersyukur tlah mengenalnya.
Betapa aku bersyukur bisa berada di sisinya, mendengar keluh kesahnya, merasakan kasih sayangnya dan perhatiannya, serta semua canda tawanya.
Aku bersyukur bisa terhibur dengan tingkah konyolnya,
bisa merasakan coklat buatannya,
bisa membaca lembar demi lembar tulisan surat cintanya,
bisa melihat aksi sulap yang dibuatnya,
bisa mendengar nyanyiannya…
Begitu banyak hal yang harus aku syukuri…
Hal-hal sederhana yang kini terasa mewah…

                        Jejak kecil yang kau tingalkan,
                        Melemparkanku pada keajaiban penuh makna…
                        dan dengan segala cinta yang ku punya,
                        ku biarkan angan kita mengembara…

Aku yakin Allah Maha Baik dan Mengetahui…
Berdoa dan meminta kepadanya lebih sering.
Karena semakin hari, sadari kebutuhan dan ketergantungan kepada Allah sedemikian besarnya.
Semoga Allah memberi kekuatan bagi semua-semua hambanya, khususnya perempuan.
Semoga Allah pun juga menjaga mata dan hatiku agar selalu menangkap hikmah, betapapun kesedihan membenamkan.
Aku harap, waktu bisa memberiku kejernihan hati untuk selalu melakukan hal yang benar.
Amin.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Aku adalah Cara Berpikirku (2)"

Posting Komentar