Selasa, 29 Maret 2011

Retorika Politik

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
1.politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
2.politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
3.politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
4.politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
Retorika (dari bahasa Yunani rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas.
Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya masyarakat melalui negosiasi. Dalam Karyanya, Retorika, Aristoteles mengidentifikasi ada tiga jenis retorika yang sering digunakan dalam peristiwa politik antara lain:
1.Retorika deliberatif digunakan untuk mempengaruhi orang-orang dalam masalah kebijakan pemerintah.
2.Retorika forensik/yuridis yang berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu sebagai upaya menunjukkan bersalah atau tidak bersalah seseorang yang bisanya digunakan dalam proses pengadilan.
3.Retorika demonstratif adalah epideiktik, wacana yang memuji dan menjatuhkan.
Retorika demonstratif ini digunakan untuk memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, suatu lembaga, atau gagasan. Menurut Aristoteles, kampanye politik biasanya penuh dengan retorika demontratif dimana satu pihak menantang kualifikasi pihak lain bagi jabatan di dalam pemerintahan. Dukungan editorial oleh surat kabar, majalah, televisi dan radio juga mengikuti garis retorika demonstratif, digunakan untuk memperkuat sifat-sifat positif kandidat yang didukung dan sifat-sifat negatif lawannya.Teun van Dijk memandang retorika berita terkait erat dengan “ bagaimana jurnalis mengatakan sesuatu”.
Pendapat Aristoteles dan Dijk didukung Gill and Karen Whedbee yang berpendapat retorika memiliki beragam pengertian, tetapi semuanya mendefinisikan retorika sebagai tipe instrumental teks berita, wahana menggiring pemahaman pembaca (audiance). Asumsinya tidak semua individu atau kelompok masyarakat memiliki kesamaan akses ke saluran komunikasi (media), karena teks berita bisa menjadi hegemonik. Dalam relasi seperti itu retorika cenderung dijadikan alat dominasi atau menindas misalnya, ketika teks berita senatiasa berperspektif tunggal untuk memahami berbagai peristiwa.
Media pasti mempunyai retorika tertentu ketika memberitakan suatu masalah. Hal ini dapat diamati dari bingkai berita yang ditonjolkan. Menyusun orasi dari juru kampanye menjadi berita adalah suatu strategi wacana yang dilakukan jurnalis. Bagi jurnalis yang mendukung satu kandidat, komentar kandidat, jurkam atau pendapat tokoh mengenai satu kandidat cenderung akan dikutip apa adanya dalam teks berita. Sebaliknya jika jurnalis tidak setuju, maka komentar atau ucapan kandidat itu akan tetap dikutip dalam teks berita, tetapi biasanya dengan mengkontraskannya dengan pendapat yang berseberangan. Dengan cara itu, jurnalis secara tidak langsung mensugestikan kepada pembaca bahwa komentar calon kandidat atau tokoh itu tidak benar, dan tidak didukung banyak orang.
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Retorika Politik"

Posting Komentar