Rabu, 04 April 2012

Politik Terhadap Masyarakat

Manusia modern yang bebas adalah manusia yang terefleksi dari ide tentang kebebasan kolektif, bukan pengalaman tentang catatan masa lalu yang membawa mereka hanya bernostalgia dengan sejarah penindasan individu. Ide tentang kebebasan adalah ide tentang memerdekakan hak-hak orang lain. Kemerdekaan suatu negara dari penjajahan adalah memerdekakan suatu kesatuan individu yang bernasib sama. Karena demokrasi adalah kedaulatan ditangan rakyat maka pertimbangan individu (rakyat) yang kolektif atau dalam bentuk real nya bisa berupa opini publik adalah otoritas sesungguhnya dalam demokrasi. Aparat penegak hukum atau pemerintah sekalipun tidak akan dapat membatasi opini yang dibangun dari pengalaman serta kejadian dalam kehidupan manusia yang bebas.
Berangkat dari kondisi inilah kemudian kesepakatan publik terbentuk (kesepakatan individu-individu), bahwa masyarakat yang bebas beridekan tentang kemerdekaan individu untuk kemerdekaan bersama (rakyat). Karenanya dalam proses demokrasi mengakomodasi opini publik sama dengan menjalankan ‘kata rakyat.’ Belajar politik sangatlah penting, dengan cara pendekatan secara teoritis maupun dengan praktek.
Salah satunya yaitu dengan praktek memahami masalah-masalah yang ada disekitar masyarakat, misalnya studi kasus di lapangan yang sedang terjadi, dengan hal ini masyarakat dapat memahami masalah yang ditimbulkan dari kasus tersebut, dari masalah tersebut diharapkan masyarakat dapat menidentifikasi masalahnya dan juga menentukan alternatif-alternatif kebijakan politik yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah dan untuk mengambil keputusan dari yang memiliki kewenangan atau penguasa, seperti bagaimana memberikan materi problema yang sedang terjadi di masyarakat, terutama masalah ketatanegaraan, stabilitas nasional dan tidak terlepas dari ekonomi, dan hukum. oleh karena itu belajar politik memerlukan kekuatan dari dalam diri untuk berbuat sesuatu mengenai politik dan eksistensinya.
Kita tau bahwa krisis hukum dan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara mulai meningkat. Kita pun sering mendengar orang mendengungkan perubahan dan perbaikan di bidang ekonomi, politik, industri, birokrasi, dan sebagainya. Terdapat salah satu aspek perubahan dan perbaikan aspek kemasyarakatan yang luput dalam perbincangan yaitu evolusi paradigma (Paradigm Evolution) para elit politik. Padahal, di tengah terpuruknya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, ekonomi, dan semua lini kehidupan bangsa seperti saat ini hal tersebut merupakan salah satu agenda krusial yang perlu dipertimbangkan seksama. Bagaimana evolusi ini sebaiknya dijalankan.
Adalah diyakini banyak kalangan bahwa krisis hukum dan kepercayaan yang pahit di atas mempunyai dampak yang dalam terhadap masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Hal ini memunculkan masalah permasalahan sosial yang mengkhawatirkan.
Sebagai contoh fakta menunjukkan bahwa kehancuran kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum bangsa yang terjadi selama enam bulan terakhir ini telah meningkatkan angka apatisme masyarakat Indonesia terhadap penanganan beberapa kasus hukum yang ada. Dari permasalahan KPK, Kejaksaan, POLRI, Prodeo bintang lima sampai kasus DPR dengan pansus bailout Century-nya. Maka, tidaklah mengherankan jika aneka peristiwa kejahatan seperti penipuan, korupsi dengan modus operandi baru yang merugikan kepentingan umum sering kali terulang terus menerus. Hal tersebut menimbulkan kegeraman di kalangan masyarakat.
Hal tersebut cukup menjadi bukti mengenai keadaan struktur paradigm berpikir para elit politik kita yang rentan terhadap terpaan serius semisal krisis hukum dan kepercayaan dewasa ini. Dalam perspektif jangka panjang, bahkan, hal di atas jelas akan mengarahkan kondisi elit politik pada keadaan yang memprihatinkan seperti perbedaan tak terjembatani di antara yang mampu secara hukum (powerfull wellness) dengan segala kekuasaan dan kekayaan materi bisa mempermainkan hukum dan orang yang patuh terhadap hukum.
Kecenderungan urusan politis yang lebih banyak mencampuri paparan penegakan hukum Indonesia dan inisiatif partisipasi masyarakat sangat rendah karena munculnya elit pemegang kebijakan yang tidak “mengakar” menambah parahnya tatanan demokrasi Negara kita. Singkat kata tatanan seperti ini bersifat rapuh dan tidak dapat diharapkan di masa datang. Hingga di sini kita melihat urgensi evolusi paradigma elit politik kita.
Kata evolution biasanya identik dengan pengertian “re-inventing and improvement of what is bad or corrupt”. Biasanya mengacu pada “the act of revolution: the state of being Rebuilded”. Secara sosiologis konsep Paradigm Revolution didefinisikan sebagai kebijakan penataan dan pola berpikir (mindset) yang dijalankan dalam rangka mengatasi masalah kepercayaan publik, dengan berbagai rentetan kecil dan dalam jangka waktu yang lama.
Jadi, sifat perubahan yang tersirat dari proses ini holistik. Sedangkan, society problems dalam wacana sosiologis, tidak lain adalah “aspects of social life seen to warrant concern and intervention”. Contoh masalah paradigma dalam masyarakat adalah kriminalitas, kemiskinan, pengangguran, penegakan hukum, tingkat putus sekolah yang luar biasa, ketidakmerataan hasil pembangunan dan sebagainya.
Evolusi paradigm para elit politik di sini bertujuan menata kembali struktur paradigma masyarakat Indonesia melalui kajian ulang. Jika perlu perubahan sistimatis dan strategis terhadap kebijakan sosio-ekonomis. Langkah ini mulai dari evaluasi produk legislasi dan peraturan lainnya yang membawa dampak pada bentukan struktur paradigma hingga penataan peran-peran kelompok sosial yang dominan.
Sebagai contoh bukanlah hal yang keliru jika semua kalangan anak bangsa kritis terhadap undang-undang yang lahir dalam konteks tertentu akhir 1960-an dan 98-an ditujukan pada peraihan stabilitas. Produk legislasi dikaji dan revisi agar lebih cocok dengan tingkat kedewasaan bangsa dan era-global. Sehingga, struktur paradigma masyarakat lahirannya dapat bersifat lebih kompetitif.
Dalam diskursus akademik struktur seperti ini biasanya dikaitkan dengan hadirnya masyarakat madani. Bentuk masyarakat ini biasanya ditandai oleh keberadaan kelas menengah yang tidak semu. Lapisan masyarakat ini selain secara material menunjukkan tingkatan yang layak juga mempunyai tatanan nilai paradigma dan budaya yang mapan termasuk kecakapan dalam artikulasi di bidang politik dan ekonomi.
Dalam situasi seperti ini partisipasi masyarakat dalam segala aspek pembangunan bangsa menjadi marak. Pemerintah sendiri memetik keuntungan yang luar biasa dengan diraihnya legitimasi yang hanya bukan ekonomi. Akan tetapi juga paradigma-budaya. Dengan demikian dalam terminologi Mosca the ruling class tidak perlu dukungan dari lembaga-lembaga eksternal dan menjadikan masyarakat kebanyakan sebagai obyek penguasaan. Karena, elit politik dalam tatanan semacam ini legitimate secara paradigma maupun ekonomi.
Masyarakat seperti ini dapat berkompetisi dalam tatanan global. Kokoh terhadap sergapan badai moneter dan ekonomi. Teratur dalam tatanan hukum serta mampu mengatasi masalah paradigma secara alamiah melalui sistem yang well-established: berdaya.
Tentu saja pertanyaan kini bergulir pada bagaimana menyikapi dengan masalah paradigma yang kini terlanjur muncul di tengah menggelar agenda holistik-jangka panjang tadi. Agenda evolusi di atas tampaknya perlu dibarengi revitalisasi program pemecahan masalah-masalah bagi masyarakat kebanyakan dalam kerangka management of crisis. Revisi produk legislasi yang berkeadilan mutlak dilakukan.
Banyak aspek evolusi dan program perubahan paradigm elit politik yang dapat digali dan dikembangkan. Seperti dalam terminology latin “qualis rex, talis grex … ” Seperti hal rajanya, demikian pula rakyatnya. Apabila para elit politik mempunyai pola pikir yang berdaya dan memberikan manfaat, secara umum masyarakat akan terkondisikan dengan sistem yang ada. Tatanan kehidupan masyarakat adil makmur tidak akan sulit untuk diwujudkan.
Persoalannya tinggal terletak pada kemauan semua pihak. Terutama elit politik dari berbagai warna, untuk terbuka pada perubahan, bersifat inovatif, dan melihat jauh ke depan. Jika tidak, masyarakat kebanyakan, the silent majority, akan terus tenggelam dalam kesengsaraan. Sementara di atas mereka sekelompok orang berpesta pora penuh rona anggur memabukkan entah itu di Parlemen, Istana, atau Gedung pemerintahan. Jika demikian, apalah yang tersisa bagi cita-cita luhur bangsa yang dikukuhkan dan disepakati bersama setengah abad lalu dalam mukadimah UUD 1945?
Governance yang baik hanya dapat tercipta apabila dua kekuatan saling mendukung: warga yang bertanggung jawab, aktif dan memiliki kesadaran, bersama dengan pemerintah yang terbuka, tanggap, mau mendengar, dan mau melibatkan (inklusif). Inilah basis dari tatanan masyarakat yang di idamkan.
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Politik Terhadap Masyarakat"

Posting Komentar