Jumat, 27 April 2012

Perkembangan Sosialisme


1.  Francois Noel Babeuf (1760-1797)          
Babeuf adalah orang yang pertama menyuarakan cita-cita sosialisme. Babeuf adalah anggota kaum Yakobin (fraksi radikal dalam Revolusi Perancis 1789). Inti pemikiran Babeuf tentang sosialisme adalah keinginan mendirikan “republik orang-orang sama” (tanpa kelas). Oleh karena itu Babeuf menyerukan agar kaum miskin berperang melawan kaum kaya. Babeuf ditangkap dan dipenggal kepalanya akibat merencanakan konspirasi radikal sosialis tahun 1797.
2.  Claude Henry Saint Simon (1760-……)
Simon adalah seorang teknokrat Perancis, yang memiliki pemikiran dan cita-cita terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Simon tidak sepakat jika perwujudan kesejahteraan masyarakat ditempuh dengan cara perjuangan kelas. Simon percaya bahwa kemajuan IPTEK akan menyelamatkan kehidupan manusia jika memang diorganisir secara baik.
3.  Robert Owen (1771-1858)
Owen adalah seorang pengusaha dari Inggris. Inti dari pemikiran Simon bahwa cara untuk menghilangkan penindasan, kemiskinan dan kehinaan adalah dengan cara mengefektifkan pendidikan bagi kaum buruh. Dengan pendidikan, maka kaum buruh akan berdaya dalam mempertahankan hak-haknya. Selama hidupnya Owen banyak sekali mendirikan organisasi sosial dan pendidikan. Dalam sepak terjangnya Owen konsisten dalam perjuangan menciptakan undang-undang yang melindungi kaum buruh, seperti perlindungan pekerja, pembatasan kerja anak-anak, dan diadakannya inspeksi berkala oleh negara terhadap pengusaha. Pada tahun 1825 ia mendirikan sebuah pemukiman sosialis di Amerika Serikat, namun gagal, dan akhirnya kembali ke Inggris.
4.  Charles Fourier (1772-1837)
Fourier adalah seorang Perancis yang tidak sepakat dengan revolusi. Pendekatannya teknokratis seperti Simon. Menurut Fourier, kemelaratan dan penghisapan kaum buruh serta krisis-krisis ekonomi merupakan akibat organisasi kemasyarakatan yang salah. Untuk itu organisasi itu harus kembali direformasi. Fourier yakin bahwa semua kebutuhan manusia dapat disesuaikan satu sama lain tanpa adanya konflik asalkan diorganisasikan secara tepat. Organisasi yang diidealkan Fourier adalah sebuah organisasi yang terdiri dari komunitas-komunitas harmonis yang disebutnya phalansterium. Yaitu sebuah komunitas agraris yang kecil dan mandiri, yang hidup dari pertanian dan pertukangan, dan memproduksi segala kebutuhan mereka sendiri. Setiap phalansterium terdiri dari 1620 anggota dan menguasai 2000 ha tanah. Semua harus hidup dalam satu rumah besar (seperti rumah panjang Kalimantan).  
5.  Etienne Cabet (1788-1856)
Cabet adalah seorang pengacara di Perancis yang terlibat aktif dalam revolusi Perancis 1789. Cabet mengimpikan sebuah negara komunis ideal yang dipimpin oleh seorang diktator yang baik hati. Dalam negara itu masyarakat hidup tentram dan bahagia tanpa ada hak milik pribadi dan uang. Pertanian dan industri dimiliki bersama. Semua produk pekerjaan diserahkan kepada negara untuk dibagi secara merata kepada para warga. Orang makan makanan yang sama, pakaian sama, tempat kediaman sama, seluruhnya sama.

SOSIALISME DI MASA KARL MARX 
1.  Louis Auguste Blanqui (1805-1881)
    Blanqui seorang revolusioner yang aktif memimpin pemberontakan-pemberontakan kaum buruh di Perancis. Blanqui tidak memiliki sebuah teori sosialis seperti tokoh-tokoh lainnya. Blanqui lebih banyak dipandang melalui upayanya yang menyadarkan gerakan sosialis, bahwa revolusi hanya dapat berhasil apabila ditunjang oleh sebuah organisasi revolusioner. Ide pemikiran Blanqui ini kelak akan ditiru oleh V.I. Lenin melalui partai komunisnya sebagai avantgarde (partai pelopor).
 2.  Weitling (1808-1871)
     Weitling seorang tukang jahit miskin yang merantau ke berbagai negara eropa. Gagasan-gagasan sosialisme Weitling lebih berupa “khotbah” tentang keadilan dan keharusan bagi kaum buruh untuk memberontak melawan kaum tiran. Ia memakai kutipan-kutipan Injil untuk melawan kaum kaya. Yesus digambarkannya sebagai seorang komunis yang menyerukan penghancuran sistem penindasan dan penghisapan dengan memakai kekerasan. Menurut Weitling, kehidupan manusia akan melalui tiga tahap, tahap pertama zaman emas dimana belum ada hak milik pribadi, tahap kedua tahap hak milik pribadi, dan tahap ketiga tahap komunisme dengan cara menghapus hak milik pribadi. Weitling sempat berteman dengan Marx dan Engel di London Inggris, namun ia tidak sepakat dengan sosialisme Marx, dan akhirnya pindah dan meninggal di Amerika Serikat.  
3.  Pierre Joseph Proudhon (1809-1865)
    Proudhon adalah anak seorang petani anggur di Perancis. Proudhon adalah orang yang tidak sepakat dengan pemikiran Marx. Baginya komunisme tidak ubahnya dengan kapitalisme yang juga mengancam kebebasan. Sebab komunisme akan menghilangkan martabat individu dan nilai-nilai kehidupan keluarga karena telah memaksa rakyat hidup seperti di tangsi. Proudhon menginginkan dihapusnya hak milik besar yang dianggapnya sebagai hasil penghisapan. Hanya produsen kecillah yang masih boleh mempunyai hak milik. Hutang dan bunga atas utang juga harus dihapus, untuk itu perlu didirikan bank-bank rakyat yang akan memberikan kredit tanpa bunga (di Indonesia seperti Bank Muammalat).Para produsen kecil saling menukarkan hasil produksi dalam koperasi sesuai dengan nilai barang yang diproduknya. Jika hal itu sudah tercipta, maka negara dan undang-undang sudah tidak diperlukan lagi. Pemikiran Proudhon ini kemudian akan disempurnakan oleh Bakunin, seorang tokoh anarkisme.
 4.  Louis Blanc (1811-1882)
    Blanc adalah seorang Perancis yang pernah menjadi menteri di tahun 1848. Pemikiran Blanc berbanding terbalik dengan Proudhon. Jika Proudhon tidak memerlukan negara karena adanya kemandirian rakyat melalui bank rakyat dan koperasi, justru Blanc mengharapkan peran negara agar mengorganisasikan produksi dan menghilangkan persaingan. Untuk memecahkan masalah buruh, Blanc mengusulkan agar pemerintah membuka bengkel-bengkel sosial, yang bertugas memecahkan dan membantu masalah-masalah yang dihadapi para buruh.  
5.  Moses Hess (1812-1875)
    Hess anak seorang pedagang Yahudi Jerman. Hess adalah kawan Marx di koran Rheinesche Zeitung. Pemikiran sosialisme Hess cenderung religius akibat didikan agama Yahudi yang diperolehnya selama masa kanak-kanak. Hess berpendapat bahwa umat manusia sedang masuk dalam tahap baru perkembangannya dimana manusia dan Allah (roh dan alam) menyatu kembali. Apabila agama-agama kembali ke asal-usul bersama mereka, umat manusia akan mengalami pembebasan. Komunisme menurut Hess harus dicapai melalui revolusi sosial. Melalui revolusi ini akan diciptakan perdamaian abadi umat manusia, masyarakat yang sama dan bebas, yang berdasarkan cinta kasih persaudaraan.
6.  Mikhail Bakunin (1814-1876)
  Bakunin adalah seorang bangsawan Rusia yang sebagaian besar hidupnya tinggal di eropa barat. Bakunin adalah musuh bebuyutan Marx selama masa Internasionale I. Pemikiran Bakunin yang mewakili kelompok anarkisme adalah terciptanya masyarakat anarkhia, yaitu suatu masyarakat yang hidup tanpa adanya kekuasaan memaksa. Oleh karena itu Bakunin menolak segala macam bentuk negara. Bagi Bakunin, asalkan perekonomian ditata secara adil, maka lembaga-lembaga yang bersifat memaksa tidak diperlukan lagi.

SOSIALISME PEMIKIRAN KARL MARX
1.      Teori Alienasi (Keterasingan)
    Teori keterasingan diawali oleh pandangan Marx tentang kerja. Kerja pada dasarnya adalah bentuk manifestasi dari jati diri (hakekat) manusia. Karena itu, maka manusia dalam melakukan pekerjaannya selalu disesuaikan dengan keinginan, hobby dan angan-angannya. Namun sejak adanya sistem kapitalisme, kerja sudah bukan lagi merupakan bentuk jati diri manusia, melainkan hanya sebuah bentuk aktivitas paksaan demi upah.
Akibatnya, manusia harus terasing dari pekerjaannya, terasing dari hasil kerjanya, dan terasing dari jati dirinya, dan  akhirnya pula manusia juga harus terasing dari manusia lainnya. Menurut Marx, keterasingan ini sebagai akibat pembagian hak milik pribadi dalam sistem kapitalisme. Akibat hubungan hak milik pribadi ini juga, majikan akhirnya juga ikut terasingkan karena tidak mampu mengembangkan jati dirinya sebagai manusia. Majikan hanya secara pasif menikmati hasil kerja orang lain. Hanya saja, majikan mengalami sudut madu keterasingan dan buruh mengalami sudut pahitnya.
Awal munculnya hak milik ini menurut Marx berawal dari sistem pembagian kerja. Pada jaman masyarakat purba pembagian kerja belum dikenal. Dalam kegiatan mereka masih melakukannya secara bersama-sama. Namun lambat laun mereka mulai sadar bahwa bekerja tanpa ada pembagian kerja, sama sekali tidak efisien. Pemikiran Marx ini kemudian dikembangkan dalam teori perkembangan masyarakat (verelendung). Dalam teori ini Marx membaginya dalam tiga tahap perkembangan. Tahap pertama adalah masyarakat purba yang belum mengenal pembagian kerja. Tahap kedua adalah tahap pembagian kerja (dan sampai saat ini masih terus berlangsung). Tahap ketiga adalah tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi sudah dihapus. Pemikiran ini ditempuh melalu pendekatan materialisme sejarah (historis materialism).  
2.       Teori Perjuangan Kelas (Klassentrij)
     Sistem kapitalisme secara tidak langsung telah melahirkan tiga kelas dalam masyarakat, yaitu kelas proletar, kelas majikan dan tuan tanah. Hanya dalam tulisan-tulisan Marx berikutnya, yang paling banyak diulas adalah dua kelas yaitu proletar dan majikan.
Dua kelas itu menurut Marx secara obyektif mengandung kontradiksi (berlawanan). Di satu sisi kelas proletar berkepentingan untuk mendapatkan upah setinggi-tingginya, sisi lainnya kelas majikan berkepentingan memperoleh laba sebesar-besarnya. Dalam teori ini, kelas buruh selalu berada dalam posisi yang lemah, karena hidupnya tergantung dari upah majikan. Akibat posisi yang lemah itu, maka buruh semakin ditindas dengan upah yang ditekan serendah-rendahnya oleh majikan.
Ketika kontradiksi itu sampai pada klimaksnya, maka revolusi proletar akan mengambil alih seluruh alat produksi untuk kemudian dikuasai secara bersama-sama. Prediksi itu bagi Marx adalah suatu keniscayaan sejarah yang nantinya akan terjadi.
3.       Teori Nilai Lebih (Meewaarde)
   Kotradiksi yang terjadi antara buruh dan majikan telah memberikan akibat-akibat yang merugikan kehidupan kaum buruh karena mereka memang berada dalam posisi yang dilemahkan. Akibat tindakan majikan yang menekan upah buruh serendah-rendahnya berakibat tidak sebandingnya nilai kerja yang dilakukan dengan upah yang diterima kaum buruh. Sehingga secara tidak langsung, majikan telah merampok hak yang sebenarnya menjadi hak kaum buruh. Inilah yang dimaksud dengan teori nilai lebih.
  4.       Pandangan Marx tentang Negara
Bagi Marx, negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih, melainkan merupakan alat dalam tangan kelas-kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka. Jadi negara tidak bertindak demi kepentingan umum, melainkan demi kepentingan kelas-kelas atas. Negara bukanlah wasit-wasit netral, melainkan selalu berpihak, berpihak kepada kelas atas.

SOSIALISME MARX DI MATA REVISIONIS
1.    Vladimir Ilyitz Ulyanov/V.I. Lenin (1870-1924)
Lenin adalah salah seorang tokoh pendiri Uni Sovyet, sebuah negara komunis yang pertama kali resmi berdiri di dunia melalui revolusi Oktober (Bolsevik) 1917 melalui penggulingan rejim kekaisaran Tsar. Lenin juga merupakan pendiri Komintern (Komunis Internasional).
Lenin tidak sepakat dengan Marx bahwa untuk menuju sosialisme harus menunggu matangnya kapitalisme yang akan memunculkan revolusi proletar secara alamiah. Bagi Lenin, revolusi tidak harus ditunggu, tapi harus diusahakan dan direkayasa. Untuk itulah maka Lenin tidak segan menggunakan kekuatan bersenjata guna mewujudkan revolusi.
Dengan demikian, Lenin mengugurkan pemikiran Marx, bahwa revolusi tergantung dari proses ekonomi. Bagi Lenin, revolusi hanya tergantung dari proses politik yang akan dilakukan.
Lenin juga tidak percaya bahwa buruh sanggup memimpin revolusi, mengingat tingkat pendidikan dan pengetahuan buruh yang rendah. Untuk itu Lenin perlu mendirikan partai komunis yang akan diisi oleh elite-elite yang berpengetahuan tinggi yang akan memimpin buruh dalam kediktatoran proletariat.  
2.      Karl Kautsky (1854-1938)
   Kautsky adalah salah seorang tokoh sayap kiri Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD) yang memiliki pikiran marxisme ortodok. Kautsky tetap berkeyakinan bahwa revolusi sosialis adalah sebuah keniscayaan sejarah, sehingga revolusi tidak perlu direkayasa. Untuk itu, Kautsky mengecam tindakan Lenin dalam Bolsevismenya. Walaupun Trotsky percaya pada kehancuran kapitalisme, Trotsky tetap tidak sepakat dengan jalan pemikiran Bernstein yang menempuh jalan sosialisme melalui reformasi. Trotsky tetap menginginkan perwujudan sosialisme melalui jalan perjuangan kelas.
3.      Eduard Bernstein (1850-1932)
   Bernstein adalah tokoh SPD yang menganjurkan partainya untuk memperjuangkan sosialisme melalui reformasi dan demokrasi. Pandangan Bernstein ini didasarkan pada pengamatannya yang melihat kapitalisme ternyata terus melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistemnya, sehingga sulit untuk diperkirakan ambruk. Oleh karenanya Bernstein tidak menginginkan lagi perjuangan melalui revolusi, sebab kapitalisme bisa dijinakkan melalui kompromi-kompromi yang akan terus memperbaiki nasib kaum buruh secara bertahap.
4.      Rosa Luxemburg (1897-1918)
   Rosa adalah tokoh SPD yang mengecam Trotsky, Bernstein dan Lenin. Terhadap Trotsky, Rosa mengkritik bahwa walaupun keruntuhan kapitalisme adalah suatu keniscayaan, bukan berarti kita harus menunggu dan bersikap pasif. Justru sikap itu hanya akan melemahkan semangat dan kesadaran kaum buruh. Untuk itu perjuangan kelas harus terus dijalankan. Perjuangan kelas yang berlangsung terus menerus itu nantinya akan mematangkan kesadaran kaum buruh. Sehingga jika suatu saat kapitalisme mulai melemah, maka kaum buruh telah siap melakukan revolusi.
Rosa juga mengecam Lenin yang menganggap buruh tidak layak dan tidak mampu menjadi pemimpin revolusi. Rosa menganggap Lenin berpikiran picik, sebab Lenin mengabaikan perjuangan kelas yang dilakukan secara terus menerus secara tidak langsung telah mengubah kaum buruh menjadi manusia yang berpendidikan dan berpengetahuan melalui pengalamannya selama dalam perjuangan kelas.
Rosa juga mengutuk Bernstein yang demoralisasi yang mengubah perjuangan revolusi menjadi reformasi. Memang Rosa tidak menolak perjuangan partai buruh melalui parlemen, namun tujuan di parlemen bukanlah untuk berkompromi, tapi adalah untuk merebut kekuasaan negara.
5.      Leon Bornstein/Trotsky (1879-1940)
   Trotsky adalah tokoh marxis Uni Sovyet pimpinan kaum Menshevik (minoritas). Pemikiran sosialis khas Trotsky adalah “teori revolusi permanen”. Teori itu memunculkan satu revolusi yang harus terus-menerus dilakukan oleh kaum proletariat, walaupun kekuasaan negara telah terambil-alih. Revolusi permanen Trotsky tidak mengijinkan kaum borjuis demokratik ikut memimpin jalannya revolusi. Kekuasaan negara harus tetap dipegang kaum proletariat, dan jangan sampai dipegang kaum borjuis demokratik. Sebab Trotsky tidak percaya kaum borjuis demokratik mampu menjalankan peran negara mewujudkan sosialisme (landreform, nasionalisasi, serta pembebasan negara dari dominasi asing). Ketidak-percayaan itu didasarkan pada bukti sejarah yang menyatakan bahwa kaum borjuis demokratik selalu cenderung memilih kompromi dengan kapitalis.
6.      Antonio Gramschi (1891-1937)
    Gramsci (1891-1937) adalah seorang tokoh pendiri Partai Komunis Italia 1921. Pemikiran Gramsci dalam The Prisson Notebook-nya, mensyaratkan bahwa betapa pentingnya partai komunis beraliansi dengan kekuatan lain dalam proses mencapai revolusi. Kekuatan lain itu terutama adalah kekuatan yang tidak mencerminkan kelas, seperti gerakan lingkungan hidup, gerakan perempuan, cendekiawan, mahasiswa dan lain-lain. Dengan aliansi kekuatan itu, maka akan memudahkan kaum komunis untuk mencapai kekuasaan. Disamping itu Gramschi juga menyatakan bahwa perlunya kesadaran sosialis merembes ke hati nurani seluruh rakyat, sebab tanpa itu perebutan kekuasaan dalam rangka diktator proletariat tidak dapat menghasilkan komunisme sejati. Gramschi juga menuntut perlunya partai komunis yang berakar luas di tengah masyarakat sebagai agen perubahan sosial, dan bukannya partai yang bersifat elitis seperti dalam pandangan Lenin.  
7.      Mao Tse Tung (1893-1976)
    Mao adalah pemimpin partai komunis China yang berhasil mendirikan negara komunis di China setelah berperang hampir 38 tahun (1918-1940) melawan partai nasionalis Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek.. Pemikiran Mao hampir sama mirip dengan Lenin, bahwa revolusi harus dilakukan melalui perjuangan politik dan kekerasan bersenjata. Mao juga mensyaratkan bahwa buruh harus dipimpin oleh orang-orang pilihan yang tergabung dalam elite partai dan militer. Hanya saja perbedaan Mao dengan Lenin terletak dalam strategi revolusinya. Jika Lenin memusatkan revolusi pada penguasaan kota, Mao memusatkan revolusi dari desa ke desa. Teori Mao ini kemudian  dikenal dengan nama “Desa kepung Kota”.  
8.      Austromarxisme
    Austromarxisme adalah kumpulan tokoh-tokoh marxisme yang hidup di Austria dan memberikan kekhasan tersendiri dari marxisme ala Austria. Tokoh-tokohnya antara lain Otto Bauer, Rudolf Hilferding, Karl Renner, dan Marx Adler dan Friedrich Adler. Khusus Bauer dan Hilferding, mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita yang sering membaca DBR karena pemikiran kedua tokoh tersebut sering disitir oleh Sukarno dalam artikel-artikelnya.
Kaum austomarxisme memanggap marxisime sebagai sebuah sistem yang terbuka. Mereka juga menolak anggapan bahwa marxisme mengimplikasikan materialisme dan ateisme. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa agama mempunyai fungsi positif dalam hidup masyarakat. Bagi mereka, nilai-nilai marxisme adalah universal. Marxisme bukan milik eksklusif proletarian melainkan realisasi cita-cita tertinggi manusia. Secara filosofis kaum austromarxis mendasarkan dirinya pada Immanuel Kant, bukan pada Hegel.

SOSIALISME PEMIKIRAN SUKARNO
(MARHAENISME)

1. Teori Pauverishing (pemiskinan)
Teori Pauverishing bertolak dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang miskin dan tertindas. Dimana banyak petani Indonesia yang memiliki tanah, cangkul serta alat produksi lainnya, dan mampu berproduksi secara mandiri, namun tetap terlilit kemelaratan. Dari sini kemudian dicari penyebab kemelaratan tersebut dengan menggunakan pisau analisis historis materialisme. Dalam analisisnya Sukarno menyatakan bahwa kapitalisme dan  feodalisme-lah  yang menyebabkan kemelaratan itu. Para petani Indonesia miskin karena dihisap oleh sistem kapitalisme. Tanah-tanah dikuasai oleh para tuan-tanah (landlord), petani kecil dan buruh tani tidak mampu bersaing dengan para tuan tanah sehingga mereka semakin miskin dan tertindas. Petani Indonesia miskin juga karena budaya-budaya feodalisme.  Bangsa Indonesia minderan, pasrah, dan nrimo, yang itu semua adalah implikasi budaya feodalisme yang harus segera dirombak.

2. Mankind is One (teori budi nurani)
Budi nurani adalah sebuah pandangan filsafat Sukarno bahwa terciptanya susunan masyarakat yang adil, sejahtera, makmur yang zonder exploitation de l’homme par l’homme adalah tuntutan budi nurani manusia. Budi nurani adalah hakekat hidup manusia. Dan hakekat manusia adalah ajaran-ajaran yang diperintahkan Tuhan Yang Maha Esa. Jika dilihat dari jenis aliran filsafat, pemikiran Sukarno ini bersifat transenden yang berarti menganut filsafat idealisme Hegel.

3. Teori Persatuan (gotong royong)
       Gotong royong adalah cara perjuangan kaum marhaenis mewujudkan sosialisme Indonesia. Teori ini memang bertolak belakang dengan teori Marx. Jika Marx perjuangan kelas, Sukarno gotong royong. Alasan Marx memilih perjuangan kelas karena Marx tidak pernah percaya jika kaum borjuis akan mau berkompromi dengan kelas proletar. Lain dengan Sukarno, ia percaya, ia percaya karena pemikirannya memang berangkat dari teori budi nurani, bukan alienasi. Sukarno percaya bahwa manusia pada hakekatnya menginginkan kesempurnaan dan tidak ingin menindas dan tertindas sebagaimana yang diajarkan oleh agama. Lalu kenapa agama tidak mampu diefektifkan ? kenapa manusia lupa pada hakekat kemanusiaannya ? kenapa manusia masih menindas manusia lainnya ?
       Jawaban Sukarno sama dengan Marx, bukan ajaran agamanya, tapi sistem pergaulan, budaya dan struktur masyarakatlah yang tidak memberikan ruang untuk itu. Oleh karena itu diperlukan satu revolusi, revolusi pemikiran, revolusi pandangan hidup, revolusi kebiasaan, revolusi sosial-ekonomi-politik, revolusi yang mencakup semua hal, semua aspek kehidupan, satu kesatuan revolusi yang kesemuanya bertujuan untuk mengembalikan manusia Indonesia pada hakekatnya. Jika manusia Indonesia kembali kepada hakekatnya, maka tidak perlu perjuangan kelas, sebab rakyat Indonesia sudah bersatu, bergotong-royong, tolong-menolong dan bahu-membahu mencapai kesejahteraan dan kemakmuran hidup bersama. Utopiskah ? Tidak, sama sekali tidak utopis, kecuali masyarakat Indonesia sudah tidak percaya lagi akan Tuhan dan ajarannya.

4.    Teori Ekonomi dan Peran Negara
Sistem perekonomian marhaenisme adalah sistem perekonomian yang disusun atas sendi-sendi kekeluargaan (gotong royong), berdikari (tidak tergantung dengan bangsa lain), adil, dan untuk kemakmuran bersama.
Selama pemerintahan Sukarno, beberapa hal yang mencerminkan sistem perekonomian marhaenisme antara lain :
-          Landreform, bertujuan pemerataan tanah kepada seluruh petani Indonesia. Dengan landreform, tidak akan ada lagi petani yang tidak memiliki tanah dan tidak akan ada lagi tuan-tuan tanah yang memiliki tanah beratus-ratus hektar. Landreform Indonesia berbeda dengan landreform komunis, jika komunis bersifat menghilangkan hak miliki, landreform Indonesia hanya membatasi hak milik demi pemerataan;
-          Sistem koperasi di segala aspek usaha, bertujuan untuk merubah persaingan menjadi kekeluargaan. Negara berperan aktif mewujudkan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung;
-           Monopoli (penguasaan) negara di aspek-aspek ekonomi yang menyangkut rakyat banyak (air, hutan, listrik, semen, tambang, dll) agar hasilnya dapat dirasakan rakyat banyak pula.
 5. Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi
     Sosio nasionalisme dan sosio demokrasi merupakan bentuk ungkapan lain dari cita-cita marhaenisme. Sosio-nasionalisme adalah satu asas kehidupan rakyat Indonesia yang berdasarkan pada nasionalisme Indonesia. Satu nasionalisme kesadaran sejarah. Satu nasionalisme yang cinta manusia dan kemanusiaan. Satu nasionalisme yang bersifat melindungi dan memberikan keselamatan seluruh rakyat. Sosio-nasionalisme berarti pula nasionalisme politik dan ekonomi. Nasionalisme yang bersistem politik dan ekonomi ideal, yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
     Sosio-demokrasi adalah satu asas kehidupan yang akan dipakai dalam mewujudkan sosio-nasionalisme. Demokrasi adalah cara paling ideal menuju cita-cita marhaenisme. Namun demokrasi yang dimaksud haruslah demokrasi berdasarkan budaya Indonesia, bukan demokrasi ala Perancis, Amerika maupun Inggris yang saling jegal dan hanya digunakan untuk kepentingan satu kelompok. Demokrasi Indonesia adalah satu demokrasi yang bersifat membawa rakyat ke dalam kepentingan bersama. Sosio demokrasi berarti pula demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

5.     Asas Perjuangan
  1. Non Kooperatif
Non kooperatif adalah asas perjuangan dalam mewujudkan cita-cita marhaenisme. Non kooperatif berarti tidak ada kata kompromi. Asas ini dipakai oleh Sukarno untuk melawan kapitalisme Belanda. Non kooperatif adalah satu-satunya cara yang paling ideal bagi rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Non kooperatif karena Belanda tidak akan pernah mau memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia, sebab hal itu jelas bertolak belakang dan hanya akan merugikan kepentingan Belanda di Indonesia.


  1. Machtvorming
Machtvorming adalah asas perjuangan yang bertujuan menyusun kekuatan di seluruh lapisan rakyat. Penyusunan kekuatan melalui aksi penyadaran kepada seluruh rakyat terhadap penindasan dengan tujuan agar rakyat mau bergerak memperjuangkan kemerdekaan. Machtvorming dibagi tiga tahap, jangka pendek, sedang dan panjang. Jangka pendek, dapat dilakukan dengan cara efektifitas propaganda politik (aksi pamflet, tulisan, berita dll). Jangka sedang, pembentukan partai-partai sebagai wadah gerakan. Jangka panjang, efektifitas pendidikan politik seluruh rakyat.

  1. Massa Aksi
Massa aksi adalah gerakan-gerakan yang dilakukan oleh rakyat dalam usahanya mencapai kemerdekaan.  
6. Tantangan Marhaenisme
1. Infiltrasi Budaya Kapitalis terhadap Moralitas Bangsa
            Tantangan terberat marhaenisme adalah budaya bangsa yang telah tercemar budaya-budaya kapitalis (hedonis, konsumeris, pragmatis, individualis dan westernis). Pola kehidupan kapitalis tersebut merupakan penghalang pokok terwujudnya sosialisme Indonesia. Dan kita ketahui, kapitalisme adalah sistem yang mengutamakan sifat keserakahan, ketamakan dan sifat egois manusia yang mengingkari hakekat kemanusiaannya. Padahal masyarakat marhaenisme menginginkan terciptanya satu susunan masyarakat sosialisme Indonesia yang kontra-kapitalis, yaitu gotong royong, tolong menolong, tenggang rasa dan bentuk-bentuk ideal manusia lainnya.
 
2. Disfungsionalisasi Peran Agama
            Tantangan lainnya adalah peran agama yang telah terdistorsi dan disfungsi. Agama yang diharapkan akan membangun moralitas bangsa dan nation and caracter building, ternyata masih tercemari oleh budaya-budaya feodalisme dan belum lepas dari kepentingan politik. Nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan kebajikan yang menjadi nafas dari agama itu sendiri, nyaris hilang tergantikan oleh perasaan-perasaan kemunafikan, keserakahan dan egoisme manusia. Simbolisasi pertarungan elite yang kadangkala membawa-bawa agama, adalah salah satu contoh konkrit yang cukup ironis bagaimana agama telah menjadi alat justifikasi politik dalam perebutan kekuasaan elite. Feodalisme para ulama dan kyai juga harus menjadi refelksi dan proyeksi tersendiri bagi kader GMNI dalam mengkritisi peran agama agar kembali efektif, karena (sekali lagi) agama adalah satu-satunya alat perjuangan yang determinan dalam upaya nation and caracter building masyarakat Indonesia yang religius.
 
7. Asas Perjuangan
1. Machtvorming
            Machtvorming adalah upaya penyusunan kekuatan bangsa melalui aksi penyadaran, pemberdayaan dan pendidikan politik kepada seluruh rakyat. Untuk itu diperlukan peran dari kader-kader pelopor serta partai pelopor yang akan menjadi top leaders yang bertugas melakukan machtvorming tersebut. Kader-kader pelopor adalah seluruh kader-kader marhaenis, dan partai pelopor adalah organisasi ataupun kelompok kekuatan lainnya yang berbasiskan ideologi marhaenisme.
            Penggemblengan kader pelopor adalah dengan cara leave in di tengah kehidupan masyarakat, dari kota sampai desa. Dengan pola demikian, kader pelopor akan memiliki daya survive tinggi sekaligus penguasaan kantong-kantong massa untuk menyiapkan massa aksi.

2. Kooperatif dan Non-kooperatif
-          kooperatif, mempengaruhi kebijakan melalui agitasi dan propaganda terhadap kekuasaan sebagai pembuat kebijakan (political will) dari tingkat pusat sampai daerah agar mau mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mencerminkan nilai dan visi marhaenisme. Syarat dari cara perjuangan ini adalah dengan menguatkan nilai bargain position GMNI terhadap kekuasaan. Salah satu caranya, dimunculkannya konsep-konsep dan ide-ide pemikiran cerdas dan solutif GMNI yang mampu diterima dan diterjemahkan oleh opini publik, tanpa harus disimbolisasi oleh slogan-slogan khas GMNI, untuk memudahkan propaganda. Jangka panjang, perlunya disiapkan kader-kader marhaenis yang nantinya akan didudukkan sebagai politisi, birokrat, seniman, militer, dan kepolisian untuk memudahkan manifestasi marhaenisme dalam koridor kenegaraan. Pola itu harus diikuti dengan konsolidasi internal yang massif dari seluruh kader nasionalis, dan GMNI menjadi pelopornya. Dengan begitu maka kekuasaan negara dapat lebih mudah direbut dari tangan kapitalis  
-          non kooperatif, mengontrol jalannya kebijakan kekuasaan secara langsung dengan cara “perlawanan struktural” yaitu melalui aksi penolakan kebijakan, baik secara halus, frontal dan radikal. Syarat perjuangan ini adalah massa harus kuat dan solid. Penguatan massa harus dimulai dari desa-desa sebagai basis massa yang strategis karena mayoritas terdiri dari kaum marhaen tertindas. Pola teknis melalui advokasi yang bersifat holistik dan integratif. Sejarah perlawanan Mao Tse Tung melawan Kuomintang dapat menjadi salah satu referensi untuk dikritisi. 
3.  Swadesi dan Berdikari
            Jika mau mengaca pada sejarah, neo kapitalisme dan imperalisme saat ini, harus diakui, kapitalisme telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kapitalisme kontemporer sudah bukan lagi berupa penjajahan fisik, tetapi telah berubah menjadi penggelontoran barang, modal dan tenaga kerja asing ke dalam negeri. Ditambah dengan perpaduan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa kapitalis, telah membuat semakin kaburnya batas-batas penindasan kapitalis terhadap bangsa Indonesia. Hanya yang dapat dirasakan saat ini bahwa bangsa Indonesia telah menjadi bangsa kuli di tanah airnya sendiri, atau lebih parah lagi bangsa Indonesia telah menjadi gelandangan di tanah airnya sendiri. Bagaimana tidak, hutang sebesar US$ 150 milyar, ditambah dengan rendahnya mutu/tingkat pendidikan rakyat, rendahnya tingkat inovasi dan produktifitas kerja, mindernya bangsa karena budaya westernis yang selalu mengagung-agungkan bangsa dan budaya asing, tidak adanya produksi barang, ditambah lagi dengan dikuasainya seluruh sumber daya alam dan aset-aset negara oleh bangsa asing, telah membuat bangsa kita benar-benar tertindas.
            Cara perlawanan yang (sementara) paling tepat adalah swadesi dan berdikari. Swadesi disosialisasikan dalam satu kesatuan massa aksi dan machtvorming, yaitu dengan cara mempropaganda rakyat. Pola propaganda adalah dengan mendeskripsikan akan kondisi bangsa yang tertindas akibat bangsa kapitalis asing, secara lugas dan gamblang agar mudah dipahami oleh rakyat (khususnya kelas marhaen). Dengan demikian, diharapkan akan muncul sensitifitas emosi dan rasa nasionalisme (sense of belonging) terhadap bangsa. Propaganda tersebut diarahkan pada bentuk perlawanan budaya dengan cara anti terhadap barang-barang kapitalis asing. Pola perlawanan Gandhi di India melawan kapitalis Inggris dapat dijadikan salah satu referensi strategi perjuangan GMNI. Lalu bagaimanakah dengan kapitalisme bangsa sendiri ? Cara perlawanan yang tepat untuk menghadapinya adalah tetap dengan cara non kooperatif sebagaimana yang telah dikemukakan di atas.

REVOLUSI SOSIALIS
1.    Revolusi Rusia (1917)
Revolusi Rusia berlangsung pada tahun 1917 melalui penggulingan tidak berdarah rejim Tsar oleh Alexander Kerensky. Namun karena Kerensky tidak memiliki pengalaman menjalankan pemerintahan, maka ia dengan mudah disingkirkan oleh kaum Bolsevik pimpinan Lenin.  Keberhasilan kaum Bolsevik mengambil alih kekuasaan dilakukan melalui tiga cara : pertama, propaganda landreform, propaganda ini segera dapat menarik simpati rakyat Rusia karena memang rakyat rusia mayoritas masih berprofesi petani dan terbelakang. Cara kedua adalah infiltrasi (penyusupan) partai politik, serikat buruh, dewan tentara dan pemerintah daerah. Cara ketiga, adalah cara kekerasan. Cara yang terakhir ini telah memunculkan pemberontakan dan perang saudara di Rusia sampai tahun 1921.
Tokoh-tokoh yang pernah memimpin Uni Sovyet sampai menjelang keruntuhannya antara lain : Vladimir Ilyitz Ulyanov/Lenin (1917-1924), Joseph Stalin (1924-1953), Malenkov (1953-1957), Nikita Kruschev (1957-1964), Lenoid Breznev (1964-1982), dan terakhir Andropov dan Mikhail Gorbachev.
Sosialisme Uni Sovyet diawali dengan kolektivisme pertanian (pembagian tanah secara merata) dan industrialisasi pada tahun 1928. Dari dua program ini ternyata industrialisasi mendapat prioritas utama, akibatnya sektor pertanian terabaikan. Karena industrialisasi hanya diprioritaskan pada pengembangan teknologi ruang angkasa dan militer, akibatnya kebutuhan sekunder masyarakat, seperti kulkas, televisi, rice cooker, otomotif, dll juga tidak terpenuhi.
Program lainnya seperti sektor pelayanan jasa dan perumahan juga tidak mendapatkan perhatian. Akibatnya, bengkel, restauran, toko, transportasi, akomodasi, nyaris langka di Uni-Sovyet. Di bidang perumahan, Sovyet juga mengabaikannya. Hal ini dibuktikan dengan minimnya perumahan rakyat yang dibangun. Akibatnya, banyak keluarga yang harus berbagi rumah dengan keluarga lainnya, bahkan satu rumah ada yang harus ditempati oleh 3 sampai 4 kepala keluarga.
Satu-satunya program yang paling mengesankan dan dianggap berhasil adalah di sektor pendidikan. Kebijakan Sovyet yang memberikan anggaran dana besar di bidang pendidikan dan bea siswa seluas-luasnya bagi rakyat Sovyet, telah memajukan Sovyet dari keterbelakangannya. Bahkan Sovyet mampu bersaing dengan teknologi Amerika Serikat yang mengakibatkan détente dalam perang dingin.
Untuk merangsang etos kerja, Sovyet memberlakukan differensia pendapatan. Taktik ini memang berhasil, namun secara tidak langsung telah berakibat munculnya kelas-kelas baru di Sovyet. Masyarakat yang memiliki status istimewa seperti teknokrat, artis, ilmuwan, akademisi, dll., relatif hidup lebih makmur dibandingkan masyarakat lainnya karena mendapat fasilitas lebih dari pemerintah.. Secara tidak langsung, konsep differensia ini telah membiaskan konsep kesamaan kelas sosialis.


2.    Revolusi China (1911)
Revolusi China dimulai pada tahun 1911 setelah Kuomintang (partai nasionalis) pimpinan dr. Sun Yat Sen berhasil menggulingkan dinasti Manchu. Namun revolusi itu kemudian dikhianati Jenderal Yuan yang berkolaborasi dengan panglima perang di wilayah-wilayah dan mengangkat dirinya sebagai kaisar yang baru. Namun untungnya Yuan segera meninggal sebelum rencana-rencananya dilaksanakan. Yuan kemudian mewariskan perang saudara antara panglima perang yang berebut wilayah kekuasaan.
Disamping perang saudara, Jenderal Yuan juga mewariskan dua partai politik, yaitu partai nasionalis “Kuomintang” pimpinan Chiang Kai Sek dan partai komunis pimpinan Mao Tse Tung yang berdiri tahun 1921. Mulanya kedua partai tersebut dapat bekerja sama, namun akibat pandangan yang berbeda dalam mewujudkan China masa depan, akhirnya kedua partai ini terlibat perang saudara.
Kuomintang awalnya bisa memukul mundur Mao Tse Tung. Namun Mao bisa memukul balik dan pada tahun 1949 berhasil mengambil alih kekuasaan. Keberhasilan Mao itu berkat perjalanan gerilyanya yang telah berhasil mengkonsolidasi seluruh kekuatan rakyat di desa-desa, sehingga Mao mendapatkan dukungan yang sangat besar. Taktik Mao ini kemudian dikenal dengan taktik “desa kepung kota”.
Program pertama sosialisme China adalah pemulihan perekonomian China yang hancur akibat perang (1949-1952). Selama pemulihan, Mao masih belum menerapkan sistem sosialis dalam pemerintahannya. Baru setelah perekonomian China mulai membaik, program sosialis mulai diterapkan. Pola yang dipakai adalah kolektivisasi pertanian dan industrialisasi (1953-1957), sama seperti yang dilakukan Sovyet. Hasilnya hampir sama persis dengan Sovyet, karena China lebih mengutamakan kemajuan industrialisasi, sektor pertanian terabaikan yang berakibat macetnya produksi pertanian. Sisi positifnya, China berhasil membuat kemajuan di bidang IPTEK secara mengesankan.
Tahun 1957, Mao membuat program baru yang dikenal dengan program “Lompatan Jauh ke Depan”. Program ini antara lain, menghentikan ketergantungan dari negara asing dengan optimalisasi sumber daya dalam negeri dan kolektivisme pekerjaan (komune). Namun program ini ternyata gagal, sehingga tahun 1961 Mao membuat penyesuaian kembali, dengan cara mengijinkan kembali pemilikan tanah secara perorangan, penghapusan sistem komune, pemberlakukan differensia pendapatan, mengutamakan inovasi teknologi daripada mobilisasi kerja massa.

FILSAFAT SOSIALISME
1.      Filsafat Idealisme
Filsafat idealisme adalah metode berpikir yang memandang hal-hal yang bersifat abstrak dan irrasional yang dipercayai menentukan kehidupan manusia. Idealisme terbagi menjadi dua bagian yaitu :
a.      Idealisme Obyektif
Suatu metode berpikir yang berpangkal tolak dari ide yang secara obyektif ada di luar manusia, misalnya ide Tuhan menurut filsafat agama dan ide absolut menurut filsafat Hegel. Dengan metode ini kita dapat memandang bahwa kehidupan dan alam semesta diciptakan oleh Tuhan. Percaya kepada kodrat dan takdir adalah ciri dari filsafat ini yang dapat dilihat dalam keseharian kehidupan manusia.
b.      Idealisme Subyektif
Suatu metode berpikir yang berpendapat bahwa ide subyektif manusia menentukan keadaan dunia sekeliling. Tokohnya adalah Bhisop G. Berkeley, seorang filusuf Inggris. Dalam kehidupan keseharian dapat kita jumpai misalnya : “keadaan dunia ini tergantung dari suasana hatimu, bila hatimu bahagia, dunia ini menjadi cerah, tapi bila hati muram, maka dunia menjadi gelap gulita.

2.      Filsafat Materialisme
Filsafat materialisme pada intinya suatu metode berpikir yang memandang manusia dari sudut materi (nyata dan ada). Dari sisi materialisme, yang menentukan kehidupan manusia adalah alam sekitar, bukan roh, Tuhan dan hal-hal irrasional lainnya sebagaimana yang dianut filsafat idealisme. Filsafat materialisme terbagi menjadi dua aliran, yaitu :
a.    Materialisme Dialektis
Suatu metode berpikir yang memandang dunia semesta ini secara keseluruhan, tidak sepotong-sepotong atau berat sebelah, tidak beku atau statis, melainkan suatu proses perkembangan yang terus menerus tiada akhirnya.
b.    Materialisme Metafisik
Suatu metode berpikir yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau dikota-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran berazaskan golongan ini misalnya : “sekali maling tetap maling”, memandang orang berdasarkan sifat yang tidak bisa berubah.  
3.      Filsafat Dualisme
Filsafat dualisme adalah metode berpikir yang mengawinkan dua aliran yaitu idealisme dan materialisme. Tokohnya yang terkenal adalah Immanuel Kant. Filsafat inilah yang nanti akan menjadi filsafat marhaenisme.  
4.      Filsafat Marhaenisme
Filsafat marhaenisme pada dasarnya menganut aliran DUALISME. Filsafat materialisme dipakai untuk menganalisa persoalan dengan melalui pendekatan materi (yang nyata dan bisa dirasakan inderawi). Historis materialisme (materialisme dialektika) dengan menggunakan tesis-antitesis-sintesis, adalah salah satu alat yang juga dipakai dalam marhaenisme. Historis materialismeadalah pola penganalisaan sistem (stelsel) kehidupan sosial masyarakat (ekonomi, adat istiadat, budaya maupun hukum formal) secara holistik. Jika stelsel tersebut dianggap menindas maka harus diubah dengan stelsel baru yang tidak menindas sebagai antitesis. Stelsel baru itu merupakan antitesis dari tesis sistem sebelumnya.
Filsafat idealisme adalah pola pendekatan kedua yang dipakai dalam menganalisa persoalan-persoalan yang bersangkut paut dengan perasaan (emosi) subyektif manusia yang abstrak dan cenderung absurd. Perasaan-perasaan tersebut misalnya adalah tentang kebenaran, kebajikan, kasihan, keibaan, kebaikan, kemuliaan, keadilan, pahala dan lain-lain. Bisa juga tentang ketamakan, kerakusan, keangkara-murkaan, kemunafikan, kecemburuan, kebencian, dosa dan lain-lain.
Dengan filsafat ini, pada prinsipnya kita diijinkan menganalisa persoalan dari sisi irrasionalitas manusia. Dengan metode ini misalnya, kita akan mendapat jawaban kenapa kekuasaan cenderung menindas. Dari sisi irrasionalitas, kekuasaan merupakan salah satu bentuk manifestasi sifat alami manusia yaitu keserakahan, ketamakan, kerakusan, kecemburuan, iri, dengki dan lain-lain. Jika demikian maka salah satu pemecahannya, secara irrasionalitas pula, kekuasaan tersebut harus dibentengi oleh nilai-nilai kebenaran, kemanusiaan, keadilan, belas kasihan, kemuliaan, kebajikan, dan lain-lain, sehingga sifat-sifat buruk manusia tersebut dapat dieleminir seminimal mungkin. Dan benteng tersebut pada dasarnya dapat diperoleh melalui kekuatan ajaran agama. Inilah kemudian, kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa duduk mendampingi sosio-demokrasi dan sosio-nasionalisme.

FILSAFAT HEGEL, FEURBACH SAMPAI MARX

1.    George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Pemikiran Hegel bersifat idealisme obyektif. Hegel memandang bahwa kesadaran manusia adalah kesadaran dari Allah. Pola perilaku yang bersifat kebaikan dan kemuliaan yang tertuang dalam ajaran-ajaran agama, adalah kesadaran yang diberikan Allah kepada umat manusia. Jadi, yang menentukan kehidupan manusia itu adalah roh semesta (Tuhan).  
2.    Ludwig Feurbach (1804-1872)
Pemikiran Feurbach bersifat materialisme dialektis. Feurbach membantah pemikiran Hegel. Bagi Feurbach, Hegel dianggap telah memutar-balikkan persoalan. Yang tidak nyata dianggap menentukan, dan yang nyata dianggap faktor ikut. Manusia diibaratkan wayang, dimana dalangnya adalah Tuhan. Menurut Feurbach, bukan Tuhan yang menciptakan manusia, tapi Tuhanlah yang diciptakan manusia. Jadi agama bagi Feurbach tidak lebih dari proyeksi hakekat manusia. Hanya saja, saat ini manusia telah lupa, jika agama itu sebenarnya adalah rekayasanya sendiri. Sehingga manusia kemudian meyakini, menyembah dan mengharapkan berkah dari Tuhan itu, tanpa melaksanakan hakekatnya. Untuk itulah, jika manusia ingin mengakhiri keterasingannya, maka manusia harus meniadakan agama. Tidak perlu menyembah Tuhan. Sebaliknya, manusia harus menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri untuk menjalankan hakekat yang dituangkannya dalam agama.  
3.    Heinrich Karl Marx (1818-1883)
Pemikiran Marx juga bersifat materialisme dialektis. Marx pada intinya tidak terlalu sepakat pada pemikiran Feurbach. Bagi Marx, pemikiran Feurbach sama sekali tidak menyentuh pokok persoalan jika hanya mengkritik agama. Kritik agama hanya akan merusak hakekat-hakekat manusia yang telah tertuang dalam agama tersebut. Marx lebih tertarik untuk menganalisis kenapa manusia tidak menjalankan hakekatnya sebagai makhluk sosial ? Kenapa justru manusia mengasingkan diri dengan asyik memasrahkan diri pada Tuhan ? Jadi Marx telah merubah pemikiran Feurbach, yang pada awalnya hanya kritik agama diubah menjadi kritik masyarakat.


KAPITALISME

1.    Ciri Kapitalisme
Secara historis, pada dasarnya perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan individualisme manusia. Kapitalisme awalnya berkembang di Inggris yang kemudian pada abad 18 mulai menyebar luas ke kawasan eropa barat-laut dan amerika utara. Ada beberapa dasar yang mencirikan kapitalisme sejak awal perkembangan yaitu : pemilikan perorangan (individual ownership), perekonomian pasar (market economy), persaingan (competition), dan keuntungan (profit).  
a.      Pemilikan Perorangan
Alat-alat produksi seperti tanah, pabrik, mesin, sumber daya alam boleh dikuasai oleh perorangan. Negara hanya diperkenankan mengelola sektor jasa saja (kantor pos, pendidikan, dll).  
b.      Perekonomian Pasar
Ciri perekonomian pasar yang paling mendasar adalah mekanisme penawaran dan permintaan barang diserahkan pada kebutuhan naik turunnya pasar (produsen dan konsumen). Untuk penentuan harga, diserahkan sepenuhnya kepada produsen dan konsumen,  dan negara sama sekali tidak diperbolehkan ikut campur dalam penentuan harga tersebut.  
c.      Persaingan
Persaingan adalah ciri pokok kapitalisme. Persaingan ini adalah implikasi obyektif dari kebebasan berproduksi produsen dan kebebasan memilih konsumen. Dalam persaingan, monopoli tidak dilarang, sehingga berlaku hukum rimba, siapa yang bermodal kuat, ia yang menang. Dalam dunia industri, persaingan yang paling ketat adalah dibidang riset. Sebab dengan riset tiap perusahaan akan mampu membuat produk barang yang jauh lebih baik, lebih maju dan lebih  unggul kualitas dan mutunya.  
d.      Keuntungan
Keuntungan menjadi ciri pokok kapitalisme karena adanya tiga kebebasan dalam sistem kapitalis yaitu, kebebasan berdagang dan menentukan pekerjaan, kebebasan hak pemilikan, dan kebebasan mengadakan kontrak.

2.    Adam Smith (1723-1790)
Smith dikenal sebagai bapak kapitalisme karena bukunya “The Wealth of Nations (1776) menjadi awal munculnya politik ekonomi modern yang kemudian menjadi ideologi kapitalisme. Pemikiran Smith diawali tentang ide pasar bebas yang bergerak menurut mekanisme pasar yang dianggapnya secara otomatis bisa memproduksi macam dan jumlah barang yang paling disenangi dan diperlukan masyarakat konsumen. Misalnya, permintaan konsumen tinggi namun ketersediaan barang sedikit, secara otomatis akan meningkatkan harga barang tersebut.
Smith menolak campur tangan pemerintah di bidang bisnis dan pasar. Sebab campur tangan tersebut menurut Smith, hampir senantiasa mengakibatkan kemerositan efisiensi ekonomi yang ujung-ujungnya akan menaikkan harga barang.  
3.    Kolonialisme dan Neo Kolonialisme
Kolonialisme adalah pendudukan dan penjajahan atas sebuah bangsa. Dalam perkembangan sejarahnya, kolonialisme  lebih banyak dimotivasi oleh dua faktor, yang pertama adalah karena ketamakan sebuah bangsa, dan kedua adalah implikasi dari perkembangan industrialisasi.
Faktor ketamakan sebuah bangsa lebih banyak didasarkan pada rasa ketidak-puasan sebuah bangsa terhadap sumber daya alam yang dimilikinya. Untuk itu maka ia mencari koloni-koloni baru agar bisa diambil sumber daya alamnya. Faktor ketamakan itu jugalah yang telah membuat eropa selama abad pertengahan tidak pernah sepi dari perang antar bangsa. Bahkan slogan gold, glory n’ gospel telah menjadi pandangan hidup dan motivasi bangsa-bangsa eropa untuk menaklukan bangsa lainnya. Penjajahan Belanda di Indonesia adalah contoh konkrit sebuah bentuk ketamakan bangsa yang harus dibayar mahal dengan kemelaratan, kemunduran budaya dan kebodohan bangsa Indonesia.
Kolonialisme terjadi juga akibat dari proses industrialisasi di eropa. Karena pesatnya pertumbuhan industri, telah membuat eropa kekurangan bahan baku. Untuk itu negara-negara industri di eropa terpaksa mencari alternatif sumber daya alam yang berada di tempat-tempat lain. Di abad 19, kolonialisme biasanya lebih banyak dilakukan dengan penaklukan bersenjata dibandingkan dengan cara berdagang.
Di jaman modern ini, kolonialisme dilakukan dengan cara memberikan pinjaman utang melalui dana moneter internasional, bank dunia maupun lembaga-lembaga donatur lainnya. Cara itu mengakibatkan negara kreditur menjadi tergantung pada negara debitur karena lilitan hutang. Akibatnya, negara kreditur kehilangan kedaulatannya, baik politik maupun ekonomi. Semuanya tergantung kebijakan negara donatur, seperti yang dialami Indonesia saat ini. Oleh karena itu tidak menjadi heran, apabila negara-negara dunia ketiga tidak mampu menolak dan hanya mengikuti arus ketika negara-negara maju membuat konsensus pasar bebas dunia melalui AFTA 2003 dan APEC 2020, walaupun negara-negara dunia ketiga itu tahu negaranya hanya akan jadi obyek eksploitasi ekonomi belaka.   
4.    Imperialisme dan Neo Imperialisme
Imperialisme merupakan implikasi dari proses pertumbuhan industrialisasi kapitalisme. Industrialisasi yang berkembang pesat dan semakin maju telah membawa dua pengaruh dalam perekonomian masyarakat, yaitu akumulasi (penumpukan) modal dan barang. Akumulasi modal yang tidak terinvestasikan akan membawa pengaruh pada  resesi ekonomi akibat stagnannya bidang usaha. Akumulasi barang juga akan membawa pengaruh pada turunnya nilai barang karena produksi tidak diimbangi penambahan jumlah kuantitas konsumen. Untuk menyiasati akumulasi tersebut, kapitalis segera mencari wilayah baru guna menyalurkan penumpukan modal dan barang tersebut. Pada jaman imperialisme klasik, cara yang digunakan adalah dengan mendirikan usaha-usaha baru yang dikelola sendiri. Namun di era imperalisme modern saat ini (neo imperialisme), negara-negara maju cukup menanamkan modalnya saja dengan membeli saham-saham negara lain.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Perkembangan Sosialisme"

Posting Komentar